I. Sinopsis
Alkisah
dimulai pada Abad ke-19, dimana masih berlaku ketentuan bahwa bupati di Jawa
harus dijabat oleh seorang bangsawan tinggi dan orang tersebut juga harus
beristrikan bangsawan tinggi pula. Oleh karena itu, Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat (ayah Kartini) yang ketika itu masih menjadi Wedana Mayong (semacam
kedudukan kepala kecamatan di Jepara) yang juga sudah menikah dengan Ngasirah, harus
menikah dengan Raden Ajeng Moerjam. Kartini yang terlahir dari pernikahan
antara Sosroningrat dan Ngasirah menjadi korban dari ketentuan tersebut yang
membuat Kartini tidak bisa memanggil ibu kandungnya dengan sebutan “Ibu”,
melainkan harus dipanggil dengan sebutan “Yu”. Kartini
bersikeras tetap memanggil ibunya dengan sebutan “Ibu”, namun ia tidak bisa
karena ia harus mematuhi perintah ibu kandungnya.
Kartini bertumbuh menjadi
gadis yang ceria dan penuh semangat walaupun harus merasakan kesedihan tidak
bisa memanggil ibu kandungnya layaknya ibunya sendiri. Ketika Kartini menginjak usia remaja, sesuai dengan adat
istiadat yang berlaku pada saat itu, ia harus dipingit (dikurung di dalam kamar
di rumahnya sendiri) hingga tiba saatnya ada lelaki bangsawan yang mau melamarnya
untuk dinikahi. Awalnya Kartini tidak mau, namun akhirnya ia pun bersedia
dipingit. Beruntung Kartini mempunyai seorang kakak kandung yang gemar sekali membaca.
Sebelum berangkat untuk melanjutkan pendidikan di Belanda, Sosrokartono
memberikan buku-bukunya kepada Kartini. Selama beberapa waktu, kiriman buku
dari Sosrokartono sering diterima dan dibaca oleh Kartini.
Setiap
hari, rutinitas Kartini diisi dengan membaca buku. Buku-buku tersebut menjadi
bahan referensi serta penumbuh inspirasi bagi Kartini untuk menulis beragam karangan
dalam Bahasa Belanda. Melalui buku-buku tersebut, Kartini menjadi berpandangan
luas, pemikiran cerdas, dan sekejap lebih maju. Seperti kakaknya, tiba saatnya
adik-adik Kartini (Rukmini dan Kardinah) untuk dipingit. Mereka bertiga
dikurung dalam satu kamar. Awalnya, Kartini menjahili 2 adik perempuannya saat
masuk ke dengan berkelakuan layaknya atasan 2 adik perempuannya, dimana adiknya
ia suruh untuk sujud terus sampai pegal, namun akhirnya ia menyuruh
adik-adiknya untuk memanggil dia dengan Kartini saja.
Hari
lepas hari, adik-adik Kartini mengikuti jejak Kartini yang hobi membaca dan
menulis karangan. Kartini mengajari adik-adiknya dengan penuh kasih sayang
hingga mereka bertiga bisa menulis karangan dengan baik dan berkolaborasi
membentuk kelompok Het Kalverblaad
(Daun Semanggi) yang telah membuat berbagai karangan menarik yang dibaca oleh
banyak orang. Di waktu luagnya, Kartini juga mengajari anak-anak tentang aksara belanda dan cara membaca huruf dengan penuh kasih sayang dan
kesetiaan. Suatu ketika, keluarga Kartini
kedatangan tamu dari Belanda dan Kartini berbicara dengan mereka. Dari situlah,
ia berhubungan dengan orang Belanda agar dapat mempublikasikan karya-karyanya. Kakak
laki-lakinya, Slamet, mengetahui bahwa Kartini dan adik-adiknya berusaha
memberontak terhadap tradisi menjadi kaum terpelajar sehingga ia membakar
karangan yang Kartini hendak kirim ke Ovink-Soer.
Kartini pun tidak tinggal diam. Ia meminta adik laki-lakinya untuk menyamar
sebagai pengirim makanan sembari membawa suratnya, namun aksinya ketahuan
sehingga agar pesannya dapat sampai ke tangan Ovink-Soer, Kartini memiliki ide
untuk menyembunyikannya di dalam makanan yang ia kirim ke Ovink-Soer. Pesan
tersebut sampai dan Ovink-Soer bersedia membantu Kartini.
Ayah
Kartini (Sosroningrat) tidak melarang anak-anaknya untuk menjelajahi dunia
pengetahuan lewat buku-buku dan menulis karangan. Ia mendukung Kartini dan mengambil
keputusan untuk tidak menerapkan adat pingitan secara kaku terhadap anak-anak
perempuannya. Sebelum masa pingitan berakhir, Kartini, Kardinah, dan Rukmini
diajak Sang Ayah menghadiri Perayaan Hari Penobatan Ratu Wilhelmina di
Semarang. Beberapa waktu kemudian, Rukmini dan Kardinah dinikahkan dengan
Bupati Demak dan Pemalang. Awalnya, mereka sangat sedih karena ia harus
berpisah dengan keluarganya dan menikah dengan orang yang tidak mereka cintai,
namun mereka harus setuju karena sudah menjadi peraturan dan mereka harus
mematuhi perintah orang tuanya.
Suatu
hari, Kartini mengikuti pengajian yang dipimpin oleh Pak Kyai. Kartini pun
terlena dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran karena ia belum pernah mengikuti
pengajian sebelumnya dan setiap ayat memiliki makna yang berbeda-beda baginya.
Setelah pengajian usai, Kartini bertanya kepada
Pak Kyai apakah ada ayat Al-Quran yang berisi tentang ilmu karena Kartini
sangat mencintai ilmu pengetahuan. Pak Kyai menjawab bahwa dahulu Nabi Muhammad
SAW diperintahkan untuk membaca. Setelah itu, Pak Kyai berpamitan dengan Kartini
dan meninggalkan lokasi pengajian.
Setelah
kepergian Rukmini dan Kardinah mengikuti suami mereka, tinggalah Kartini
sendirian. Kartini masih bertekad untuk melanjutkan pendidikannya di Belanda.
Ia sering mengirim surat ke temannya yang berada di Belanda yang bernama Stella
dan memintannya untuk membawanya ke Belanda. Kartini juga membuat proposal
beasiswa ke Kerajaan Belanda yang telah disetujui oleh ayahnya. Ibu tirinya mengatakan bahwa proposal beasiswanya yang ia ajukan itu belum
tentu disetujui atau mungkin ditolak, tetapi Kartini tetap mencoba
mengirimkannya dan menunggu hasilnya.
Karena marah, ibu tiri Kartini mengurungnya di kamar dan jendelanya diberi
balok kayu yang dipaku agar tidak kabur. Namun, Ngasirah membebaskan Kartini
dengan membuka balok kayu tersebut dengan linggis dan membawa Kartini menuju
danau untuk berbicara berdua. Ngasirah bercerita bahwa dulu ia dipaksa menikah
dan Kartini harus tetap berjuang pantang menyerah. Setelah itu, Kartini
dinikahkan dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat. Kartini tidak
mau, namun setelah Joyodiningrat menjelaskan bahwa ia menikah dengan Kartini
dengan alasan karena almarhum istrinya sangat mengidolakan Kartini
sampai-sampai menyimpan seluruh karangan yang dibuat olehnya, Kartini setuju
dengan beberapa persyaratan.
Ada tiga syarat yang
diberikan Kartini. Pertama, ia tidak mau membasuh kaki Joyodiningrat saat
pernikahan. Kedua, ia tidak mau tata krama bahasa yang terlalu ribet karena ia
menginginkan kesederhanaan. Dan yang ketiga, Joyodiningrat harus mendukung
cita-cita Kartini. Joyodiningrat pun setuju dan menerima segala persyaratan
Kartini dengan tulus. Pada saat acara pernikahan, Kartini berpamitan dengan ibu
kandungnya, Ngasirah, karena Kartini ingin
menjadi Raden Ayu. Kartini pun resmi menikah dengan
Joyodiningrat dan beberapa lama kemudian, proposal beasiswanya disetujui oleh
Kerajaan Belanda. Namun sayangnya, Kartini telah telanjur menikah dan
memutuskan untuk memberikan beasiswa tersebut kepada H. Agus Salim dari
Palembang. Meski batal melanjutkan pendidikannya, Kartini berhasil mendirikan
sekolah perempuan di Pendopo Rembang atas dukungan suaminya. Surat-suratnya
yang dahulu ia tuliskan kepada sahabatnya di Belanda telah dibukukan dan
berhasil mempengaruhi pemikiran perempuan Indonesia.
II.1. Sisi
Positif R.A. Kartini
1. Merakyat
Walaupun ia berasal dari kaum bangsawan, namun
Kartini tak malu berbaur dengan kaum dari golongan manapun, tanpa membedakan
status sosial atau kasta. Kartini kerap melihat ibu kandungnya, Ngasirah,
menjadi orang yang terbuang di rumahnya sendiri dan dianggap sebagai pembantu
karena tidak memiliki darah ningrat, meskipun begitu ia tetap mau bergaul
dengan keturunan/kaum bangsawan.
2. Pengasih
Kartini mengasihi dan menyayangi setiap anak
didiknya dengan penuh kesabaran. Ia mengajarkan aksara belanda dan cara membaca
huruf kepada anak didiknya dengan penuh kasih sayang dan kesetiaan.
3. Menghormati orang tua
Kartini selalu bersikap hormat kepada siapa saja,
termasuk pada orangtuanya. Ia tidak pernah kasar kepada orang tuanya walaupun
berbeda pemikiran. Ia mentaati setiap keputusan yang diambil orang tuanya.
4.
Sederhana
Kartini adalah wanita yang penuh dengan
kesederhanaan. Hal tersebut tercermin lewat perkataannya “panggil aku Kartini
saja” dimana Kartini tidak gila hormat/kedudukan, juga tidak menginginkan
harta; yang ia inginkan hanyalah keadilan. Kartini rela hidup sederhana di
rumahnya sendiri meski hidup sebagai anak dari keluarga ningrat/bangsawan.
5. Rajin
Walaupun ia tidak bersekolah, tetapi Kartini
mempunyai tekad untuk menjadi orang pintar. Hal tersebut terlihat dari semangat
belajar Kartini yang pantang menyerah meskipun banyak rintangan ia harus lalui.
Ia senantiasa membaca buku dan artikel/jurnal, serta menulis berbagai
karangan dan surat kepada temannya di Belanda. Selain itu, Kartini pun kerap
mengumpulkan buku-buku pelajaran dan mencintai ilmu pengetahuan dimana Kartini
bertanya kepada Pak Kyai apakah ada ayat Al-Quran yang berisi tentang ilmu.
6. Cerdik
Kartini meminta adik laki-lakinya untuk menyamar
sebagai pengirim makanan, namun aksinya ketahuan sehingga agar suratnya dapat
sampai ke tangan Ovink-Soer, Kartini memiliki ide untuk menyembunyikannya di
dalam makanan yang ia kirim ke Ovink-Soer.
7. Gigih
Meskipun ibu tirinya mengatakan bahwa proposal
beasiswanya yang ia ajukan ke Kerajaan Belanda mungkin ditolak, Kartini tetap
mencoba mengirimkannya dengan persetujuan ayahnya dan beasiswanya pun
disetujui.
8. Tegar
Kartini dengan tulus menerima segala
penderitaannya. Ia rela dikurung di kamar rumahnya sendiri selama
berbulan-bulan dan menunggu dengan sabar sampai pintu kamarnya dibuka kembali.
II.2. Sisi
Negatif R.A. Kartini
1.
Keras kepala
Saat kecil, Kartini tidak mau memanggil ibunya, Ngasirah, dengan sebutan “Yu”. Ia bersikeras tetap memanggil ibunya dengan
sebutan “Ibu” karena ia tidak mau ibunya dianggap sebagai pembantu.
2.
Jahil
Kartini menjahili 2 adik perempuannya saat masuk ke
kamarnya untuk dikurung sebagai tradisi pingitan. Ia berkelakuan layaknya
atasan 2 adik perempuannya, dimana adiknya ia suruh untuk sujud terus sampai
pegal, namun akhirnya ia menyuruh adik-adiknya untuk memanggil dia dengan
Kartini saja. Kartini bersama 2 adik perempuannya juga menjahili seorang
pembantu di rumahnya dengan menyuruhnya untuk terus menunduk apabila tidak
berhasil menebak barang berada di tangan siapakah.
III. Pandangan
Pribadi Mengenai Sosok R.A. Kartini
Menurut
saya, sosok ibu Kartini merupakan sosok wanita yang penuh suri tauladan. Ada banyak
hikmah yang dapat dipetik dari sikap dan kehidupan Kartini yang banyak
menginspirasi kaum muda, termasuk saya. Sebagai seorang pria di zaman ini,
tentu sikap Kartini sungguh mengagumkan dan patut dicontoh karena mencerminkan
sosok pribadi yang tangguh, gigih dalam mencapai keinginannya meski harus
melalui berbagai rintangan, misalnya belenggu tradisi pada zaman itu. Selain
itu, Kartini sungguh berhati mulia karena ia tidak egois dimana semua hal yang
ia lakukan semata demi kebaikan semua orang, yakni terciptanya generasi yang
lebih baik, sehingga dapat membawa kebaikan bagi semua orang yang didasari oleh
sikapnya yang penuh perhatian dan kasih sayang.
Secara
tidak langsung, kehadiran Kartini juga memberikan dampak hingga zaman ini
dimana emansipasi wanita dapat terwujud, yakni kaum perempuan bisa mendapat hak
pendidikan dan perlakuan yang setara dengan pria, serta memajukan seni ukir di
Jepara yang kini menjadi primadona bangsa Indonesia. Kartini layak disebut
sebagai seorang pahlawan karena atas jasanya kaum perempuan mendapat kehidupan
yang lebih baik dan sejahtera. Jasa Kartini sungguh takkan terlupakan seiring
bertambahnya zaman karena memberikan dampak yang besar bagi kesejahteraan
bangsa Indonesia sampai saat ini. Sosok Kartini sungguh mengalir, menyentuh dan
mencerahkan hati kita, serta membidik kesadaran kita untuk peduli terhadap
hak-hak orang lain dan tidak mementingkan kepentingan pribadi semata.
IV. Memaknai
Perjuangan R.A. Kartini
Sebagai
generasi zaman ini, kita harus menghargai perjuangan R.A. Kartini yang mewujudkan
emansipasi untuk membuat semua golongan dapat merasakan kesetaraan dalam hak
pendidikan dan perlakuan. Jika dahulu R.A. Kartini berjuang melawan
ketidaksetaraan hak dan keadilan, maka kini kita sebagai generasi zaman ini
tidak boleh menyia-nyiakan jasa R.A. Kartini. Dahulu, cita-cita R.A. Kartini
adalah generasi yang lebih baik; oleh karena itu, kita harus mewujudkan
cita-cita Kartini dengan menjadi generasi yang baik. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara rajin belajar (menempuh pendidikan setinggi-tingginya),
tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap masalah atau penderitaan, saling
mengasihi sesama dengan peduli akan satu sama lain, dan menghormati orang yang
lebih tua.
Seiring
dengan berkembangnya zaman, maka terciptalah teknologi yang membantu kehidupan
kita. Karena dahulu Kartini belum hidup di era teknologi, maka kehidupan kita
kini jauh lebih terbantu, namun tentunya kita harus menggunakan setiap
teknologi yang ada dengan bijak yang terinspirasi dari masyarakat Jepara yang
mengukir kayu dengan tekun tanpa menggunakan peralatan modern. Teknologi yang
ada harus digunakan secara positif dan untuk membantu sesama demi kebaikan
bersama, bukan untuk hal-hal yang tidak baik yang justru merusak tradisi/budaya
kita sendiri.
AJO_QQ poker
ReplyDeletekami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 7 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) | pin bb : 58cd292c "