I. Tujuan Percobaan
Mengamati hubungan koefisien
reaksi dengan jumlah mol zat yang terlibat dalam reaksi
II. Landasan Teori
Dalam ilmu kimia, stoikiometri
merupakan ilmu yang
mempelajari kuantitas (jumlah) produk dan reaktan dalam reaksi kimia, serta perhitungan
kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi. Reaksi
adalah transformasi/perubahan dalam struktur molekul. Reaksi ini bisa
menghasilkan penggabungan molekul membentuk molekul yang lebih besar,
pembelahan molekul menjadi dua atau lebih molekul yang lebih kecil, ataupun
penata-ulangan atom-atom dalam molekul. Dalam reaksi juga terdapat koefisien
reaksi yang merupakan perbandingan jumlah partikel dari zat yang terlibat dalam
reaksi. Oleh karena 1 mol setiap zat mengandung jumlah partikel yang sama, maka
perbandingan jumlah partikel sama dengan perbandingan jumlah mol. Jadi,
koefisien reaksi merupakan perbandingan jumlah mol zat yang terlibat dalam
reaksi
Banyaknya
zat yang diperlukan dalam reaksi dapat dihitung dari reaksi setara dimana
biasanya antara dua campuran zat. Bila senyawa dicampur untuk bereaksi, maka
akan tercampur secara kuantitatif stoikiometri dimana artinya semua reaktan habis
pada saat yang sama. Kendati demikian, terdapat juga suatu reaksi dimana salah
satu reaktan habis, sedangkan yang lain masih tersisa. Reaktan yang habis
disebut pereaksi pembatas. Dalam reaksi kimia, dapat terjadi reaksi pengendapan,
yakni suatu jenis reaksi yang dapat berlangsung dalam cairan, misalnya air.
Suatu reaksi dapat dikatakan reaksi pengendapan apabila reaksi tersebut
menghasilkan endapan. Endapan merupakan zat padat yang tidak larut dalam cairan
tersebut.
Senyawa-senyawa yang sering
digunakan dalam reaksi pengendapan yaitu senyawa-senyawa ionik. Terbentuknya
endapan atau tidak dalam suatu reaksi tergantung kelarutan dari zat terlarut,
yaitu jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam sejumlah tertentu
pelarut pada suhu tertentu. Dalam hal ini, zat dapat dibagi menjadi dapat
larut, sedikit larut, ataupun tak dapat larut. Jika suatu zat dapat larut dalam
air, maka termasuk dapat larut; sedangkan jika tidak dapat larut dalam air,
maka termasuk sedikit larut atau tak dapat larut. Semua senyawa ionik merupakan
elektrolit kuat, tetapi daya larutnya tidak sama.
Stoikiometri sendiri didasarkan pada
hukum-hukum dasar kimia, yakni hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap,
dan hukum perbandingan berganda. Hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier) mengatakan bahwa dalam sistem
tertutup, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama; hukum perbandingan
tetap (hukum Proust) mengatakan bahwa perbandingan massa unsur-unsur dalam
suatu senyawa adalah tertentu dan tetap; sedangkan hukum kelipatan
perbandingan/hukum perbandingan berganda (hukum Dalton) mengatakan bahwa jika
dua jenis unsur dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa, maka perbandingan
massa salah satu unsur yang terikat pada massa unsur lain yang sama, merupakan
bilangan bulat dan sederhana.
Stoikiometri dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yakni stoikiometri reaksi, stoikiometri komposisi, dan stoikiometri
gas. Stoikiometri sering digunakan untuk menyeimbangkan persamaan kimia yang
dapat ditemukan pada stoikiometri reaksi. Hal tersebut menggambarkan hubungan
kuantitatif antara zat karena turut berpartisipasi dalam reaksi kimia. Sebagai
contoh, nitrogen dan hidrogen bereaksi untuk membentuk amonium, reaksi
stoikiometri menggambarkan rasio molekul nitrogen, hidrogen, dan amonium adalah
1 : 4 : 2.
Stoikiometri komposisi adalah
stoikiometri yang menjelaskan kuantitatif (massa) hubungan antara unsur-unsur
dalam senyawa. Misalnya, stoikiometri komposisi menggambarkan (massa) nitrogen
dengan hidrogen yang bergabung menjadi amonium kompleks. yaitu 1 mol nitrogen
dan 4 mol hidrogen dalam setiap 2 mol amonium.
Sedangkan stoikiometri gas merupakan
jenis stoikiometri yang berkaitan dengan reaksi yang melibatkan gas, dimana gas
berada pada suhu, tekanan dan volume yang dapat dianggap gas ideal (sama).
Untuk gas, perbandingan volume idealnya sama dengan hukum gas ideal, tetapi
rasio massa reaksi tunggal harus dihitung dari massa molekul reaktan dan
produk, dimana massa molekul adalah massa 1 molekul zat. Gas ideal adalah gas
teoretis yang terdiri dari satu set partikel yang bergerak acak,
tanpa-berinteraksi yang mematuhi hukum gas ideal. Hukum gas ideal adalah
persamaan keadaan gas ideal. Persamaan hukum gas ideal adalah PV = nRT, dimana
P adalah tekanan, V adalah volume, T adalah temperatur absolut, n adalah mol
gas, dan R adalah konstanta gas universal.
Mol adalah satuan dasar SI yang
mengukur jumlah zat. Dalam kimia, telah lama diketahuinya mol sejak
dicetuskannya hukum perbandingan tetap oleh Joseph Proust, bahwa pengetahuan
hanya pada massa tiap-tiap komponen dalam suatu sistem kimiawi tidaklah cukup
untuk mendefinisikan sistem kimiawi tersebut. Jumlah zat yang diekspresikan sebagai
massa haruslah dibagi dengan suatu "nilai perbandingan tetap",
sehingga ia barulah mengandung informasi yang hilang dari pengukuran massa.
Seperti yang ditunjukkan oleh John Dalton pada hukum tekanan parsial tahun
1803, pengukuran massa tidaklah seperlunya dilakukan untuk mengukur jumlah zat.
Terdapat banyak hubungan fisik antara jumlah zat dengan kuantitas fisik lainnya
(contohnya hubungan dalam hukum gas ideal). Terdapat pula miskonsepsi bahwa mol
hanyalah berfungsi sebagai alat bantu hitung yang didasarkan pada pandangan
bahwa satu mol didefinisikan menurut tetapan Avogadro, sehingga satu mol adalah
sama dengan 6,0221417923 × 1023 entitas elementer.
Dalam ilmu kimia, molaritas
(disingkat M) merupakan salah satu ukuran konsentrasi larutan. Molaritas suatu
larutan menyatakan jumlah mol suatu zat per liter larutan. Misalnya 1 liter
larutan mengandung 0,5 mol senyawa X, maka larutan ini disebut larutan 0,5
molar (0,5 M). Keuntungan menggunakan satuan molar adalah kemudahan perhitungan
dalam stoikiometri, karena konsentrasi dinyatakan dalam jumlah mol (sebanding
dengan jumlah partikel yang sebenarnya). Kerugian dari penggunaan satuan ini
adalah ketidaktepatan dalam pengukuran volume. Selain itu, volume suatu cairan
berubah sesuai temperatur, sehingga molaritas larutan dapat berubah tanpa
menambahkan atau mengurangi zat apapun. Selain itu, pada larutan yang tidak
begitu encer, volume molar dari zat itu sendiri merupakan fungsi dari
konsentrasi, sehingga hubungan molaritas-konsentrasi tidaklah linear.
Dalam praktikum ini, digunakan
larutan NH4Cl dan Pb(NO3)2 yang bereaksi
membentuk PbCl2. Larutan NH4Cl atau amonium klorida
adalah senyawa anorganik berupa garam kristal putih yang sangat mudah larut
dalam air. Larutan amonium klorida bersifat asam lemah. Mineral dalam amonium
klorida umumnya terbentuk pada pembakaran batu bara akibat kondensasi gas-gas
yang dihasilkan. Mineral ini juga ditemukan di sekitar beberapa jenis lubang vulkanik.
Amonium klorida merupakan produk reaksi asam klorida dan amonia.
Larutan Pb(NO3)2
atau timbal (II) nitrat adalah suatu senyawa anorganik yang umumnya dijumpai
sebagai kristal tak berwarna atau serbuk putih. Tidak seperti kebanyakan garam
timbal (II) lainnya, larutan Pb(NO3)2 larut dalam air. Timbal (II) nitrat bersifat
toksik yang digolongkan sebagai berpotensi karsinogenik pada manusia.
Akibatnya, timbal (II) nitrat harus ditangani dan disimpan dengan tindakan
pencegahan keselamatan yang memadai untuk mencegah terhirup, tertelan, dan
terkena kulit. Oleh karena sifat alaminya yang berbahaya, aplikasi terbatas
timbal (II) nitrat berada di bawah pengawasan ketat.
Larutan
timbal (II) klorida atau PbCl2 merupakan bentuk hasil reaksi antara
larutan NH4Cl dan Pb(NO3)2 berupa padatan
putih yang sukar larut dalam air, tetapi larut dalam air panas. Garam ini dapat
diperoleh dari interaksi langsung unsur-unsurnya ataupun dari reaksi antara
timbal (II) oksida dengan asam klorida atau dari reaksi pengendapan ion Pb2+
dan ion Cl-. Kristal timbal (II)
nitrat tergolong tak berwarna, mudah larut dalam air, dan mudah terhidrolisis
(pemecahan senyawa) dalam air membentuk endapan putih hidroksinitrat, kecuali
jika larutan dibuat sedikit asam dengan asam nitrat. Padatan timbal (II) nitrat
juga tidak stabil pada temperatur agak tinggi.
Gambar
endapan timbal (II) klorida
|
III. Langkah Kerja
a.
Alat
1.
Rak tabung reaksi
2.
Tabung reaksi
3.
Gelas ukur 10 ml
4. Lap & Penggaris
b.
Bahan
1.
Larutan Pb(NO3)2 0,5 M
2.
Larutan NH4Cl 0,5 M
3.
Air
c.
Cara Kerja
1.
Disiapkan 6 tabung reaksi yang berukuran sama, lalu
diberi nomer 1 hingga 6.
2.
Larutan diambil menggunakan pipet yang kemudian
dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml untuk diukur volumenya sesuai tabel di
bawah ini. Lalu, cairan yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi secara satu per satu.
Jenis larutan
|
Tabung 1
(ml)
|
Tabung 2
(ml)
|
Tabung 3
(ml)
|
Tabung 4
(ml)
|
Tabung 5
(ml)
|
Tabung 6
(ml)
|
NH4Cl
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
Pb(NO3)2
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Air
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
0
|
3.
Setiap tabung dikocok hingga isi larutan di
dalamnya benar-benar tercampur.
4.
Tabung didiamkan hingga endapan terbentuk (larutan
di atas endapan menjadi jernih)
5.
Tinggi endapan pada setiap tabung reaksi diukur
menggunakan penggaris.
IV. Hasil & Pembahasan
Tabung Reaksi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Volume NH4Cl (ml)
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
Volume Pb(NO3)2
(ml)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Volume Air (ml)
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
0
|
Tinggi endapan PbCl2
(cm)
|
0,1
|
0,2
|
0,7
|
1
|
0,9
|
1,1
|
Adanya penambahan air di setiap
tabung reaksi kecuali pada tabung nomor 6 agar kesetimbangan volume di setiap
tabung sama, yaitu 14 ml. Fungsi lain air dalam pereaksian antara NH4Cl
dengan Pb(NO3)2 adalah sebagai pelarut zat dalam reaksi. Reaksi
antara NH4Cl (aq) dengan Pb(NO3)2 (aq)
menghasilkan :
NH4Cl (aq) bening + Pb(NO3)2 (aq) bening
= NH4(NO3)2 + PbCl endapan putih
Pada
bagian produk dihasilkan, PbCl atau PbCl2 inilah yang menyebabkan
adanya endapan berwarna putih yang tebentuk dan juga termasuk garam yang sukar
larut karena memiliki nilai kelarutan yang kecil dan endapan akan terbentuk
jika keadaannya telah mencapai setimbang.
Adanya perbedaan tinggi endapan
dalam setiap tabung yang tidak sesuai dengan jumlah rasio volume zat disebabkan
kemungkinan karena kurangnya waktu agar endapan yang terbentuk dapat turun pada
bagian bawah tabung reaksi, serta adanya kesalahan dalam pengukuran tinggi
endapan yang terbentuk disebabkan oleh kekurang-telitiannya penggaris dan tabung
reaksi yang miring saat dipegang sehingga endapannya pun juga miring pada satu
sisi. Pada tabung reaksi 6, tinggi endapan yang terbentuk 1,1 cm (tertinggi)
dimana hal ini disebabkan oleh ketidak-mampuan NH4Cl untuk
melarutkan Pb(NO3)2 dan juga tidak adanya penambahan
pelarut lain seperti air.
Adanya perbedaan tinggi larutan
setelah direaksikan pada setiap tabung meskipun jumlah larutan jika ditambah
semuanya akan sama (14 ml) dikarenakan molaritas yang menyebabkan
ketidaktepatan dalam pengukuran volume. Volume suatu cairan dapat berubah
sesuai temperatur sehingga molaritas larutan juga dapat berubah tanpa
menambahkan atau mengurangi zat apapun. Perbedaan volume tersebutlah yang
menimbulkan perbedaan tinggi yang beragam pada setiap tabung.
Dalam
melakukan praktikum ini, perlu diperhatikan untuk penggunaan pipet agar tidak
tertukar saat mengambil larutan dan juga penggunaan gelas ukur yang harus
dicuci setelah mengambil satu jenis larutan. Hal tersebut dilakukan agar larutan
tidak terkontaminasi sehingga hasil produk setelah reaksi tidak rusak. Larutan
dikatakan rusak apabila warna dan kejernihannya berubah, semisal air yang
jernih apabila tercampur dengan larutan lain yang tak sengaja terambil oleh
pipet akan berubah menjadi keruh. Larutan yang rusak dapat mengakibatkan hasil
reaksi tidak sesuai, misalnya tinggi endapan menjadi berbeda (tidak sesuai
dengan rasio volume larutan).
V. Kesimpulan
Dari praktikum mengamati hubungan
koefisien reaksi dengan jumlah mol zat yang terlibat dalam reaksi, dapat
disimpulkan bahwa koefisien reaksi merupakan perbandingan jumlah mol zat yang
terlibat dalam reaksi dimana penentuan jumlah mol zat yang bereaksi di dalam suatu
reaksi kimia (perbandingan volume reaktan) sangat berpengaruh dalam menentukan
jumlah hasil reaksi dan juga terhadap hasil (tinggi) endapan. Semakin tinggi
atau semakin rendah perbandingan, maka semakin tinggi dan semakin rendah pula
hasil dari reaksi tersebut (termasuk tinggi endapan). Tinggi endapan yang
didapat dari praktikum ini bervariasi, khususnya pada tabung 6 yang memiliki
tinggi endapan tertinggi (1,1 cm), dikarenakan rasio volume larutan yang
berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2014). Pengertian
Stoikiometri dan Jenis Stoikiometri. From http://ilmualam.net/pengertian-stoikiometri-dan-jenis-stoikiometri.html
Adjah, Hielda (2010). Analisis pada Timbal (Pb). From http://azkiyamaulida.blogspot.co.id/2010/01/analisis-pada-timbalpb.html
Bajaw, Endang (2015). Hubungan Koefisien Reaksi dengan Jumlah Mol Reaktan. From https://plus.google.com/117609381838436226459/posts/VDJFoYsNtrr
Maulana, Puri (2013). Pengertian
Koefisien Reaksi Kimia, Cara Menentukan, Rumus, Stoikiometri, Penyetaraan,
Perbandingan, Contoh Soal, Jawaban. From http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-koefisien-reaksi-kimia-cara-menentukan-rumus-stoikiometri-penyetaraan-perbandingan.html
Putra,
Alex Pepsega Indra (2013). Laporan
Praktikum Kimia Dasar (Stoikiometri). From http://alexschemistry.blogspot.co.id/2013/10/laporan-praktikum-kimia-dasar_24.html
Satrio, Feadry (2012). Penentuan Hasil Kali Kelarutan PbI2.
From http://feadry-satrio.blogspot.co.id/2012/12/penentuan-hasil-kali-kelarutan-pbi2.html
Wicaksono, Dwi (2013). Reaksi Kimia. From reaksi--kimia.blogspot.co.id,
18 Maret 2017
Wikipedia
(2016). Amonium klorida. From https://id.wikipedia.org/wiki/Amonium_klorida
Wikipedia (2017). Reaksi
Pengendapan. From https://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_pengendapan
Wikipedia (2017). Stoikiometri.
From https://id.wikipedia.org/wiki/Stoikiometri
Wikipedia (n.d.). Timbal(II)
nitrat. From https://id.wikipedia.org/wiki/Timbal(II)_nitrat
0 komentar:
Post a Comment